Sabtu, 09 Februari 2013

As Sweet As Cotton Candy

Annyeong! ^^ *menjelma jadi author* actually, ini FF aku bikin untuk ikut lomba dan akhirnya gak sia-siaaaaa :D dapet juara 1 wihiiiw *loncat salto kayang* insyaallah kalo FF ini banyak yang suka, nanti author bakal bikin FF lainnya. Enjoy this Fanfiction chingudeul~~

Author     :    Safira A Balqis
Twitter     :    @kyungcoh
Judul        :    As Sweet As Cotton Candy
Genre       :    Romance
Cast         :    1. Sandeul Lee Junghwan
                     2. Jang Min Ji
                     3. Shin Won Ho

“Aku akan membuatmu merasakan cinta semanis permen kapas.”


S
uara rintikan hujan sore ini menemani petikan gitar gadis ini. Paduan keduanya benar-benar menciptakan suasana sempurna. Jang Min Ji atau Min Ji, ya begitulah gadis ini disapa. Sudah lama ia menekuni hobinya bermain gitar. Min Ji mencintai gitar seperti ia mencintai dunia sastra. Baginya, petikan gitar adalah satu-satunya hal yang bisa membuat suasana hatinya membaik di saat tak ada yang mampu melakukannya.
“Aigo temanku ini ternyata pintar sekali ya bermain gitar.”
“Cih! Selama ini pasti kau telah menjadi pangeran tidur sampai tidak tahu bahwa aku ini memang pintar bermain gitar.”
Suara tawa mereka memenuhi ruangan itu, menggantikan suara petikan gitar, dan menenggelamkan suara rintikan hujan. Sandeul, itulah nama pria ini. Pria humoris yang memiliki suara emas. Dia adalah teman dekat Min Ji. Maklum saja, mereka bisa sedekat ini karena dunia seni. Dunia seni sastra dan musik.
“Wae?” tanya Min Ji.
“Kenapa kau datang ke rumahku?” sambung Min Ji lagi.
“Ingin mengajakmu jalan-jalan. Tadinya, ku pikir kau sedang belajar untuk kuis besok. Ternyata kau malah bersantai.” jawab Sandeul.
“Oh? Geuraeyo? Kajja!” ajak Min Ji bersemangat. Bahkan karena terlalu bersemangat, Min Ji tidak sengaja menjatuhkan gitar kesayangannya.
“Aw! Kau ini ceroboh sekali! Bukankah itu gitar kesayanganmu? Harusnya kau lebih berhati-hati saat meletakkannya. Aish! Pabo!” bentak Sandeul pada Min Ji. Lalu Sandeul pun berjalan lebih dulu meninggalkan Min Ji.
“Wae geurae? Sepertinya ada yang salah pada otaknya. Itu gitarku. Jika gitar itu jatuh, harusnya aku yang sedih. Kenapa dia marah-marah? Dasar bebek aneh!” gerutu Min Ji sambil mengikuti langkah Sandeul.

˜
Kenapa dia hanya diam dari tadi? Ini benar-benar aneh. Bukankah tadi dia yang mengajakku jalan-jalan? Kalau tahu jalan-jalannya akan sebosan ini lebih baik aku tidak ikut. Kau benar-benar bodoh Jang Min Ji.
“Kenapa diam?”
Siapa yang dia maksud diam? Bukankah dari tadi dia yang tidak mau bicara padaku? Bahkan aku tidak tahu apa salahku hingga dia bersikap seperti ini. Apakah karena gitarku tadi? Yang benar saja?! Ini akan menjadi sangat konyol bila dia marah karena gitarku.
“Masih tidak mau bicara?”
Aku benar-benar malas menjawab pertanyaannya. Jelas-jelas dia yang salah. Harusnya bukan pertanyaan macam itu yang dia berikan. Apa susahnya mengucapkan kata maaf? Masa bodoh lah dengan semua pertanyaannya. Pokoknya aku tidak mau menjawab sebelum ia meminta maaf kepadaku. Bebek keras kepala ini memang sebaiknya diberi pelajaran. Bahkan kesalahan sendiri tidak sadar.
˜
“Nah! Sudah sampai! Ayo turun!” ajak Sandeul sembari membukakan pintu mobil untuk Min Ji.
Min Ji mengikuti perintah Sandeul, tapi wajahnya benar-benar tak karuan. Tak ada senyum. Tak ada tawa. Tak ada keceriaan. Bagaimana tidak, Min Ji masih kesal dengan Sandeul karena sudah membentaknya.
“Masih marah ya? Mianhae.” ucap Sandeul dengan wajah imutnya.
“Aish jinjja! Jangan ulangi lagi! Aku tidak tahu kau marah karena apa. Tiba-tiba langsung membentakku. You look more scary when you are angry, Sanduck. Arraseo?”
“Um! Arra!” Sandeul mengangguk.
“Lalu sekarang mau ke mana? Cake Shop? Coffee Shop? Atau Book Store?” tanya Sandeul.
“Ke sana!” jawab Min Ji dengan semangat. Min Ji menunjuk salah satu kedai pinggir jalan yang menjual permen kapas.
Cotton candy?” Sandeul mengernyitkan dahinya. Ia tidak menyangka kalau Min Ji masih menyukai makanan manis itu.
“Kajja!” ajak Min Ji sambil menarik tangan Sandeul.
Ketika sampai di kedai itu Sandeul benar-benar terkejut. Kedai itu memang ramai. Ramai sekali. Sampai-sampai harus menunggu sedikit lama untuk mendapatkan permen kapas itu. Tapi hanya ada satu yang salah. Kedai ini penuh akan anak kecil. Sejauh ini, Sandeul tidak menemukan orang dewasa yang membeli permen kapas. Tidak selain ia dan Min Ji.
“Ahjumma! Permen kapasnya dua ya?” kata Min Ji pada bibi penjual permen kapas itu.
Tiba-tiba Sandeul tersadar dari lamunannya karena benda pink yang berada di depannya.
“Ya Sandeul Lee Junghwan!” bentak Min Ji.
“Ne? Ah wae? Kenapa kau berteriak kencang sekali padaku?”
“Aku memanggilmu lebih dari lima kali dan kau sama sekali tidak tersadar dari lamunanmu itu. Kau ini selalu menyalahkan aku.” jawab Min Ji yang kemudian mengerucutkan bibirnya.
“Mian Min Ji-ah. Mianhae..”
“Ini. Permen kapasmu. Aku lelah memeganginya terus.” kata Min Ji.
Sandeul tersenyum simpul melihat Min Ji. Gadis ini benar-benar berbeda dengan gadis lainnya. Min Ji seperti bintang yang bersinar terang di antara jutaan bintang lainnya.
˜–\\\
Aku ini kenapa? Ada apa denganku? Kenapa aku tidak bisa berhenti memikirkan Min Ji. Terlebih lagi saat dia tersenyum, otakku terus mengulangnya tanpa henti. Hal macam apa ini? Cinta? Benarkah? Ini menyiksaku, menyita waktuku. Tapi dibalik itu semua aku tetap menyukai getaran di dada ini ketika mengingat Min Ji. Rasanya jantung berdetak lebih cepat. Darah mengalir lebih cepat. Semuanya berjalan begitu cepat hingga aku tidak tahu kalau rasa cinta diam-diam menyusup dalam hatiku. Dengan diam, namun pasti.
˜
Matahari mulai muncul dari ufuk timur. Sinar sang surya mulai memasuki kamar Min Ji melalui sela-sela tirai. Min Ji mencoba bangun dan sadar sepenuhnya dari tidurnya. Dia bersiap pergi ke kampus. Terlebih lagi hari ini dosennya akan mengadakan kuis dan dia tidak mempersiapkan apapun. Dia memilih memakai t-shirt putih polos, cardigan berwarna pink dan jeans. Dengan rambut panjangnya yang bergelombang dan pita berwarna senada dengan cardigan yang ia pakai, Min Ji tampak begitu cantik.
“Minji-ah?” panggil Sandeul.
“Ne? Ah... Sandeul-ssi? Waeyo?”
“Aniyo. Bagaimana? Sudah belajar untuk kuis nanti?”
“Itu... Aku belum belajar.” jawab Min Ji sambil tertawa kecil.
“Eii kau ini mau jadi apa, huh? Harusnya kemarin kau belajar. Kalau tidak bisa menjawab soal kuis, maka kau tahu kan apa hukumannya?”
“YA! Aku kemarin sebenarnya ingin belajar. Tapi, kau mengajakku pergi untuk jalan-jalan. Lalu itu salah siapa? Pokoknya kalau aku diberi hukuman, kau juga harus ikut diberi hukuman. Tidak ada tapi. Tidak ada koma. Sssst!” kata Min Ji.
Anehnya Sandeul tidak merasa risih dengan kemarahan Min Ji itu. Ia menyukainya. Min Ji benar-benar terlihat cantik ketika sedang meluapkan emosinya. Sandeul yang gemas karena tingkah Min Ji, kemudian mengacak-acak rambut Min Ji. Min Ji yang tadinya ingin marah menjadi terdiam karena lagi-lagi Sandeul memberikan senyum simpulnya. Min Ji terlihat bingung dan hanya bisa menggedikkan bahunya.
Lima menit. Sepuluh menit. Dosen itupun belum juga datang. Suasana kelas sepi. Semua mahasiswa sibuk dengan buku mereka masing-masing. Tiba-tiba kabar yang bisa dibilang cukup baikpun datang. Dosen mereka tidak hadir karena ada keperluan. Suasana kelas berubah. Yang tadinya sepi, sekarang menjadi ramai. Ada yang mendengarkan musik. Ada yang menceritakan kisah cintanya. Ada yang bergosip. Menggelikan tapi cukup menyenangkan daripada harus melihat wajah mahasiswa yang tegang, seperti akan dieksekusi saja.
Akhirnya semua mahasiswa pun pulang. Tidak seperti biasanya, Sandeul kali ini tidak mengajak Min Ji. Tetapi, Min Ji tetap mengikuti langkah Sandeul. Ia pikir Sandeul hanya malas untuk berbicara, jadi ia memutuskan untuk tetap mengikuti Sandeul. Kemudian Sandeul berhenti secara tiba-tiba. Sandeul hanya menatap Min Ji dengan wajah bingung, namun Min Ji membalasnya dengan wajah marah.
“Kenapa kau berhenti tiba-tiba? Kepalaku sakit. Bahumu itu keras sekali! Arraseo?” gertak Min Ji.
“Jinjjayo? Di mana bagian yang sakit?” jawab Sandeul sambil mencondongkan tubuhnya ke arah Min Ji. Sandeul mengamati dahi Min Ji. Kini jarak di antara hanya beberapa sentimeter. Min Ji dapat merasakan harumnya nafas Sandeul, mint segar. Jantung Min Ji berdebar sangat kencang. Bahkan mungkin Sandeul bisa mendengarnya dengan jelas. Tiba-tiba Min Ji mendorong Sandeul sampai-sampai Sandeul terduduk di lantai koridor kampus.
“Akk! Neo wae? Wae geurae?!” tanya Sandeul sambil meringis kesakitan.
Min Ji hanya bisa terdiam seperti patung. Ia memegangi dadanya. Sampai sekarang Min Ji masih bisa mendengarkan debarannya dengan jelas. Tatapannya kosong. Otaknya terus memutar adegan singkat tadi. Min Ji mengerjap-ngerjapkan matanya, mencoba untuk sadar dari lamunannya. Ia kaget melihat Sandeul terduduk di lantai.
“Omo! Sandeul-ah, neo wae? Kenapa kau duduk di lantai koridor kampus? Ireona!”
“Mwo? Aku? Duduk? Kau mendorongku hingga aku terduduk seperti ini. Appo.” jawab Sandeul yang masih meringis kesakitan.
“Jinjjayo? Mian.” Min Ji menggigit bibirnya. Ia merasa bersalah karena telah mendorong Sandeul. Ini semua karena debaran jantungnya. Kenapa bisa berdebar sekeras itu. Biasanya, jika jantungnya berdebar sekeras itu maka itu tanda ia menyukai seseorang. Ah, bukan biasanya tapi itu PASTI!
Min Ji kemudian meninggalkan Sandeul di koridor kelas. Ia jalan terburu-buru dengan kepala yang tetap menunduk. Tiba-tiba Min Ji menabrak seseorang. Dan seseorang itu adalah dosennya.
“Neo! Jalan menggunakan kedua kaki dan matamu. Sinkronasikan keduanya. Kamu ke ruangan saya sekarang!”
Min Ji menghela nafas panjang. Sepertinya, masalah tak pernah bosan untuk menyapanya. Ketika Min Ji sedang berjalan menuju ruangan dosennya, ada tangan yang menariknya dan mengajaknya berlari. Min Ji yang sedari tadi menunduk lalu mengangkat kepalanya. Seorang namja. Tapi bukan Sandeul. Ia tidak mengenal lelaki ini. Tiba-tiba lelaki itu berhenti dan melepaskan tangan Min Ji. Tetapi karena keadaan Min Ji yang tidak seimbang, ia seakan hampir terjatuh. Tapi untunglah kedua lengan hangat itu tidak membiarkannya terjatuh dan tetap berada dalam dekapannya. Sontak Min Ji melepaskan kedua lengan itu dari tubuhnya.
“Mian” kata lelaki itu.
“G- G- Gwenchana” jawab Min Ji sambil terbata-bata.
“Joneun Shin Won Ho ieyo. Neo? Nuguseyo?”
“Min Ji. Jang Min Ji. Tapi, kenapa kau menarikku? Aku harus ke ruangan dosen sekarang.”
“Arraseo. Dosen itu sedang tidak dalam mood yang baik. Itu sebabnya dia mencari mahasiswa yang bisa dijadikannya pelampiasan emosi. Neomu nappeun.”
“Ah.. geuraeyo? Gomapta.” jawab Min Ji sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
“Kau mau makan es krim denganku?” tanya Won Ho.
“Ne?”
“Mau atau tidak?” tanyanya sekali lagi.
“Tapi aku tidak terlalu suka es krim.”
“Bagaimana jika es krim rasa permen kapas? Cotton candy ice cream.”
“Ne!” jawab Min Ji dengan semangat.
Selama di mobil, Min Ji hanya memperhatikan Won Ho. Dia merasa aneh. Kenapa Won Ho bisa mengetahui kalau ia suka es krim rasa permen kapas. Ah, lebih tepatnya permen kapas.
“Memikirkan apa? Pasti kau bingung dari mana aku tahu kalau kau suka permen kapas? Aku sering melihatmu di kedai permen kapas bersama seorang lelaki. Dia......” Won Ho menelan ludah.
“Namjachingu mu?” sambung Won Ho.
“Sandeul? Bukan. Dia hanya temanku. Benar. Aku tidak berbohong.”
“Baguslah kalau begitu. Aku masih mempunyai kesempatan untuk menjadi pacarmu.” jawab Won Ho sambil tersenyum tipis.
˜
Hari-hari berlalu dengan cepat. Setiap hari dijalaninya dengan lelaki itu, Won Ho. Min Ji benar-benar tidak menyangka. Mungkin inilah yang disebut unexpected. Ia pikir, ia akan jatuh cinta pada Sandeul. Ternyata hatinya salah. Ini pertama kali hatinya salah merasa. Tidak seharusnya jantungnya berdebar keras saat itu. Harusnya Min Ji sadar itu hanya sesaat dan bukanlah cinta. Min Ji terlalu sibuk dengan Won Ho sehingga ia tidak pernah menyempatkan waktu untuk Sandeul. Ia lupa dengan sahabatnya — yang hampir jadi pacarnya — itu.
˜
Sore itu langit gelap. Hujan seolah tak mengizinkan Min Ji untuk bertemu kekasihnya, Won Ho. Tetapi Min Ji tetap bertekad untuk bertemu dengan Won Ho. Akhirnya ia tetap pergi, melawan hujan demi cinta yang tak terbendung.
Sesampainya di cafe, Min Ji duduk di dekat jendela. Persis di samping jendela. Selama dua bulan bersama Won Ho, Min Ji banyak berubah. Won Ho membuatnya menyukai hal yang dulu tak pernah ia sukai. Won Ho membuatnya mampu melewati hari-hari dengan mudah dan menyenangkan. Min Ji terus memikirkan hal-hal itu hingga ia tak sadar kalau ia tersenyum sendiri tanpa alasan yang jelas. Jari-jari Min Ji terus mengitari pinggiran gelas coklat panasnya. Ia tetap menunggu Won Ho datang. Sudah satu jam Min Ji duduk di cafe ini tetapi Won Ho belum juga datang.
Tiba-tiba Min Ji menyadari sesosok pria berdiri di seberang jalan. Min Ji mengenalnya. Lelaki itu sudah tak asing lagi baginya. Dan itu adalah Won Ho. Won Ho bersama wanita lain. Min Ji kemudian berlari ke luar cafe menembus derasnya hujan untuk mengejar cintanya. Ia menghampiri Won Ho dengan mata yang berkaca-kaca. Ia tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini.
“Nugu?” tanya Min Ji.
“Nae yeojachingu. Mian Min Ji-ah.”
“Wae? Bukankah hari ini kau mengajakku bertemu dan akan mengatakan sesuatu?”
“Yang kau lihat sekarang adalah apa yang ingin ku katakan. Mianhae.” jawab Won Ho lalu meninggalkan Min Ji.
Suara tangis Min Ji pecah saat melihat cintanya pergi. Mungkin ia terlalu mudah mempercayakan hatinya pada Won Ho. Min Ji ingin mengejar Won Ho, namun sebuah tangan mencegahnya.
“Kajima...” ucap lelaki itu lirih.
“S- S- Sandeul?”
“Kajima Min Ji-ah... Kajima...” ulang Sandeul.
Sandeul kemudian memeluk Min Ji erat. Sandeul seolah tak ingin membiarkan Min Ji pergi untuk kedua kalinya. Pergi meninggalkannya, kemudian menggoreskan luka di hatinya. Sandeul kemudian melepaskan pelukannya dan berkata
“Jangan pernah melihat dan mendengarkan apa yang membuatmu sakit. Sekalipun orang itu adalah orang yang kau cintai, jangan pernah melihatnya. Jika dia benar mencintaimu, maka ia tak akan membuat kau menjadi sakit. Mulai sekarang hanya melihat dan mendengarkan apa yang membuatmu bahagia. Jangan menetapkan hati terlalu cepat, atau kau akan terluka untuk kedua kalinya. Arraseo?”
Min Ji mengangguk. Ia tidak menyangka bahwa Sandeul masih mengingatnya. Ia yang selama ini melupakan Sandeul. Hatinya memang tak pernah salah, dua bulan yang ia lalui bersama Won Ho hanyalah pengalihan supaya ia tidak jatuh terlalu dalam pada hati Sandeul.
“Kalau kau mau, aku bisa menjaga hatimu dan menerima cintamu.” kata Sandel sambil menggaruk tengkuknya.
“Jin-jja-yo?” jawab Min Ji yang seolah mengeja.
“Ne. Aku akan membuatmu merasakan cinta semanis permen kapas yang kau suka. Hanya percayakan padaku. Aku tak akan mengecewakanmu seperti lelaki itu.”
“Ngomong-ngomong aku sudah lama tidak makan permen kapas Sandeul-ah.”
“Mau merasakan manisnya permen kapas? Ng... Aku baru saja memakan permen kapas. Masih terasa manis. Mau mencobanya?” tanya Sandeul nakal yang mencondongkan tubuhnya ke arah Min Ji.
“Ne. Aku ingin merasakannya.” goda Min Ji sambil mengerling dan mendekatkan wajahnya dengan Sandeul.
Sandeul terkejut. Ia langsung mundur teratur setelah mengetahui reaksi Min Ji. Ia terus saja menepuk-nepuk pipinya. Ia benar-benar tak percaya dengan reaksi Min Ji. Min Ji yang melihat Sandeul seperti itu langsung mencium pipi Sandeul. Sandeul terdiam. Pipinya merona berwarna kemerahan.
“Kajja! Kita makan permen kapas.” ajak Min Ji sambil menarik tangan Sandeul. Tetapi Sandeul balas menarik tangan Min Ji.
“Bukan seperti ini.” Sandeul menarik Min Ji ke sampingnya.
“Sepasang kekasih harusnya berjalan di sampingnya sambil memegang tangannya. Dan mengayun-ngayunkannya seperti ini.” sambung Sandeul sambil mempraktekannya.
Keduanya tersenyum. Berharap awal cerita cinta manis ini akan tetap manis semanis permen kapas hingga akhir.

Dream Catcher

Hallo readers! Lama ya udah nggak ngepost di blog ^^
Okay, posting aku kali ini tentang dream catcher. Kenapa dream catcher? Kenapa ya....................? Gatau sih cuma lagi suka aja sama dream catcher. Actually, dream catcher itu semacam accessories yang dulunya dipake orang indian untuk menggapai mimpinya, istilah indonesianya ya penangkap mimpi gitu. Bentuknya klasik tapi keren gitu, nih ya


 


lucu kan? pengen banget beli dream catcher tapi di kota aku gaada masa :| pfft banget kan ya? Bisa sih di online shop, tapi.............kalo PO pasti lama banget -__- pengen yang langsung ready stock. Kalo ada trusted shop yang jual dream catcher boleh tu readers rekomendasiin ke aku :3