"Senyum yang terukir karenamu kini berubah menjadi kesedihan. Dan itupun karenamu!"
Aku sesekali tersenyum saat melihat hujan. Aku menyukai hujan. Benar-benar menyukainya.
"Qis, hujan. Lalu sekarang bagaimana?" tanya Gisha temanku.
"Bagaimana apanya? Itu terserah kamu. Mau pulang sekarang? Nanti kita kehujanan. Kalau kamu sakit gara-gara aku pacar kamu pasti marah?" jawabku.
"Ah kamu ini! Aku tidak punya pacar!"
"Benarkah? Kamu pasti berbohong. Atau mau ku sebutkan namanya?"
Ya, temanku satu ini memang mempunyai paras yang cantik. Dia juga pintar. Nyaris sempurna. Tak heran kalau banyak pria yang menyukainya. Sekarang wajahnya terlihat merah seperti tomat karna sindiranku tadi.
"Wah hujan yah...." kata Denis yang sepertinya ingin memulai percakapan.
Aku tak sengaja melihatnya tersenyum sembari melihat derasnya hujan. Sekarang aku,Gisha, dan Denis terdiam. Tak ada yang berani memulai percakapan. Kenapa bukan aku yang memulai? Ah.. aku bukan tipe orang yang pandai untuk memulai percakapan. Ku lihat Denis melepas jaketnya. Apakah dia bodoh? Sekarang sedang hujan dan dia melepas jaketnya. Apa dia tidak mengenal kata dingin?
"Ini.. Pakailah.."
D-Denis menawarkan jaketnya pada Gisha. Pikiranku seakan berhenti. Sekarang aku tahu apa alasannya membuka jaket. Dadaku terasa sesak. Tidak bisa bernafas. Perasaan apa ini? Cemburukah aku? Kini aku kembali tersadar dari lamunanku itu karna jawaban Gisha.
"Tidak usah, aku punya jaket sendiri. Kau pakai saja."
"Ah tidak.... Kau saja yang memakainya."
Mereka terus saja berdebat. Aku tak tahan dengan semua ini. Dan cukup! Aku sudah tidak kuat lagi melihat adegan ini. Aku benci melihatnya. Aku memutuskan untuk masuk dan duduk. Tapi percuma! Aku tetap bisa melihatnya dari dalam. Ah.. persetan dengan adegan ini! Aku benar-benar membencinya. Aku sempat mendengar namaku disebut-sebut. Tapi, lupakanlah! Dia menyebut namaku karna Gisha menyebutnya terlebih dahulu. KAPAN ADEGAN INI AKAN BERAKHIR? Aku benar-benar merasa panas sekarang. Aku tak tahu apa yang membuatku merasa panas padahal di luar sedang hujan. Ah hujan? Dulu selalu ada senyum setiap hujan turun tapi sekarang senyum itu telah berubah menjadi kesedihan. Mungkin lebih tepatnya kesuraman. Haruskah aku membenci hujan?
Otakku kembali memutar memori kemarin malam. Sekarang tergambar isi pesan singkat yang ia kirim kepadaku kemarin malam. Sulit dipercaya. Aku yang terlalu percaya diri atau dia memang seorang Pemberi Harapan Palsu? Memang seharusnya aku tak terlalu mempercainya untuk memberikan hatiku yang akhirnya ia tinggalkan dengan sembarang!





